Edelweiss untuk Pangrango

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang jurangmu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi 
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya 
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
'terimalah dan hadapilah

dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

-Soe Hok Gie-

Sudah sangat lama saya memimpikan tempat ini, berawal dari kecintaan saya terhadap sosok misterius GIE, yang akhirnya membiarkan saya ikut terlarut dalam semua kekagumannya terhadap Pangrango. 
Gie seolah telah berhasil menghantarkan saya pada sisi lain keindahan dunia.  
Tersembunyi ... 
Tersudut diujung langit.

Malam telah semakin larut saat saya dan ketiga pasukan advance TRAMP memutuskan untuk mulai mendaki. Malam itu bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. 28 Oktober 2011.
saya sangat bersyukur karena dipercayakan menjadi salah satu bagian dari team advance.
Padahal ini adalah pendakian pertama saya.
Pukul 2 pagi kami memulai pendakian, menelusuri jalan setapak berbatu kasar-kasar yang memang dipersiapkan untuk para pendaki.



BATIK UNTUK SANG PANGRANGO
Mendaki gunung Pangrango seperti memiliki tantangan tersendiri bagi pendaki pemula seperti saya. Mengingat medan pendakian gunung dengan ketinggian 3019 mdpl ini terkenal paling terjal dan sangat mengerucut. Membuat kebanyakan para pendaki enggan melewatinya.
Ada 3 jalur utama pendakian menuju Gunung Pangrango, yaitu jalur Cibodas, jalur putri dan Jalur Salabintana. Alasan saya memulai pendakian dari jalur Cibodas karena hanya membutuhkan waktu mendaki sekitar 10 jam dan air di sepanjang jalur ini sampai ke pos kandang badak sangat berlimpah.
Jumat itu, saya bersama ketiga team advance TRAMP, sebuah organisasi pencinta alam yang menjadi penyelenggara acara ini, memulai pendakian pukul setengah 2 malam. Tugas team advance sendiri adalah mempersiapkan segala sesuatunya dilokasi yang akan digunakan untuk upacara. Mulai dari mengibarkan bendera kebangsaan, mendirikan tenda tenda  peserta hingga mempersiapkan makanan untuk para anggota pelaksana upacara yang akan menyusul mendaki di hari berikutnya.
Menembus hutan belantara dengan disambut hujan tipis - tipis membuat kami semakin bersemangat mencapai puncak, pukul 7 pagi kami tiba di pos 4 “kandang batu”, untuk melepas lelah sambil merendamkan kaki kami disungai mata air panas yang berjarak sekitar 2 meter  dari tempat ini. Mendirikan tenda pada malam hari di kandang batu sebenarnya sangat tidak disarankan. Karena kabarnya semua energi energi negatif terpusat di tempat ini. Namun pagi itu terlihat tidak sedikit yang memutuskan untuk bermalam di titik ini.



















Sinar matahari mulai terik saat kami kembali melanjutkan perjalanan, dan menurut perkiraan, kami akan tiba dipuncak pangrango sore hari, sekitar pukul 5, karena tantangan perjalanan tersulit sesungguhnya adalah dimulai dari pos kandang badak hingga ke puncak gunung Pangrango. Benar saja, pendakian yang tingkat kecuramannya diatas rata - rata membuat kami kesulitan melaluinya. Apalagi ditambah beratnya beban ransel yang kami panggul membuat kami cepat kelelahan. Banyak juga pohon pohon besar yang tumbang melintang di tengah tengah jalur pendakian. sering kali kami harus jalan menunduk atau bahkan tak jarang ransel ransel kami tersangkut saat melewati pohon-pohon tumbang tersebut. Jalan yang licinpun juga menghambat perjalanan. Entah sudah berapa tanjakan terjal dan licin yang telah kami lewati, namun jalan datar sebelum puncak belum juga kami jumpai. disela-sela perjalanan, kami sempatkan untuk menikmati pemandangan kawah Gunung Gede untuk sedikit menghilangkan lelah yang sudah mendera.
Puncak Pangrango akhirnya kami temui tepat pukul 6 sore, hujan tipis tipis pun turun di lembah Mandalawangi, menghantarkan kami menuju padangbunga abadi “Edelweiss”. 

Komentar

Postingan Populer